kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia akan gugat Prancis ke WTO


Rabu, 23 Maret 2016 / 11:18 WIB
Indonesia akan gugat Prancis ke WTO


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Prancis memang melunak dalam pengenaan pajak tambahan atas minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dari Indonesia. Namun, Indonesia tetap akan menggugat Prancis ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, Prancis telah mengabaikan segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Sebelumnya Pemerintah Indonesia gencar melobi parlemen Prancis agar batal menerapkan pajak progresif ekspor CPO. "Sepengetahuan saya, tahap lanjut ke WTO dilakukan setelah tidak tembus upaya negosiasinya," ungkap Musdhalifah kepada KONTAN, Selasa (22/3).

Ia mengatakan, yang memiliki kewenangan mengajukan gugatan ke WTO adalah Kementerian Perdagangan (Kemdag). Oleh karena itu, Kemdag yang akan memutuskan jadi tidaknya pengajuan gugatan ke WTO. "Sejauh ini kami belum membahas lagi mengenai hal tersebut," imbuh Musdhalifah.

Direktur Jenderal (Dirjen)  Kerjasama Perdagangan Internasional Kemdag Iman Pambagyo menandaskan bahwa Kemdag siap menggugat  keputusan Prancis ke WTO. Pertimbangannya, keputusan  Prancis yang mengenakan pajak tambahan bagi CPO dan produk turunannya tergolong diskriminatif.

Mempersiapkan diri

Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan gugatan tersebut. Indonesia akan menyeret Prancis ke WTO begitu beleid pajak progresif CPO Prancis terbit pada Juni  mendatang. Sebab, gugatan hanya bisa dilayangkan ke WTO setelah Prancis merilis peraturan pajak tersebut.

Sejauh ini, Iman menyatakan, Kemdag tengah mengamati secara intensif perkembangan penerapan pajak progresif CPO Prancis. Kemdag menemukan banyak hal yang belum jelas terkait bagaimana Prancis akan memberlakukan pajak itu. "Namun kami tetap berpendapat, penerapan pajak itu melanggar national treatment dan non discrimination," tuturnya kepada KONTAN.

Pemerintah juga melihat pajak tambahan itu tergolong diskriminatif lantaran hanya berlaku terhadap produk CPO dan turunannya. Sementara produk minyak nabati lainnya, seperti bunga matahari, kedelai, dan jagung tidak dikenakan pajak tambahan.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi sebelumnya menyatakan, penurunan nilai pajak tambahan itu tidak menyurutkan rencana pemerintah untuk menolak. "Indonesia tetap keberatan dan terus melobi," kata Bayu, pekan lalu (18/3).

Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengakui bahwa pemerintah belum bisa menggugat ke WTO selama aturan soal penerapan pajak progresif CPO Prancis ini belum terbit. "Di Prancis sendiri, pembahasannya kan belum selesai," ujar Fadhil, Selasa (22/3).

Fadhil pun enggan berkomentar apakah sebaiknya gugatan dilanjutkan atau tidak, mengingat Prancis sudah melunak dan menurunkan besaran pajak tambahan. Menurutnya, langkah Indonesia tergantung keputusan final pemerintah Prancis.

Sekadar catatan, parlemen Prancis sepakat menurunkan pajak tambahan terhadap CPO dan produk turunannya dan memberlakukannya bertahap. Kebijakan terbaru, pajak tambahan sebesar € 30 per ton atau US$ 30 pada tahun 2017 dan naik sebesar € 20 setiap tahun hingga mencapai € 90 pada tahun 2020.

Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan rencana semula sebesar € 300 per ton. Pajak tambahan ini jadi tambahan pajak yang berlaku saat ini sebesar € 104 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×